Jalur
Maut GAM
GAM menghilang dari kota dan desa. Mereka menyebar di hutan,
gunung, dan rawa.TAK salah bila pasukan Gerakan Aceh Merdeka menasbihkan diri
sebagai penentu lokasi pertempuran. “Kamilah yang menentukan kapan dan di mana
perang akan berlangsung,” kata juru bicara GAM, Teungku Sofyan Daud. Taktik
gerilya membuat pasukan GAM, yang telah raib dari kota dan kampung, bisa muncul
di mana saja.
Sofyan Daud sendiri sampai kini tak
tentu rimbanya. Ia hanya bisa dihubungi lewat telepon bergerak satelit yang
selalu ditentengnya selama bergerilya. Menurut data Satuan Tugas Mobil 1 TNI,
posisi Panglima GAM Wilayah Pase ini di sekitar Rantau Seulamat, Aceh Timur.
Sebelumnya ia dan pasukannya dikabarkan berada di sekitar rawa-rawa dekat Desa
Meunasah Raya di kawasan Jambo Aye, Aceh Utara. Sepekan lalu, TNI mengepung dan
menyiram rawa-rawa itu dengan peluru. Tapi dia lolos.
Ke mana Sofyan dan pasukannya? Tak
seorang pun tahu. Sofyan pun enggan ditanya soal posisinya.
Di seantero Aceh, ada empat daerah
yang ditandai sebagai daerah hitam–daerah basis GAM–yaitu Aceh Timur, Aceh
Utara, Bireuen, dan Pidie. Di daerah-daerah inilah sebagian besar dari 5.000
anggota GAM tersebar. Patut dicatat, keempatnya terletak di sepanjang jalur
darat dari Banda Aceh menuju Medan. Tidak mengherankan jika di jalur ini kerap
terjadi sweeping dan penghadangan oleh GAM. Korbannya tak hanya aparat TNI,
tapi juga warga sipil yang tengah melintas.
Pada 3 Juni lalu, misalnya, GAM
menghadang konvoi truk TNI di Desa Simpang Tiga Beracan, Kecamatan Trieng
Gading, Pidie. Dua anggota TNI luka ringan dalam peristiwa ini. Dua hari
kemudian, GAM menghadang 21 anggota pasukan Cakra 21 yang tengah menuju Alue
Bate, Peureulak, Aceh Timur, dari Panton Labu, yang melukai anggota Tim Cakra,
Prajurit Kepala Junaidi.
Penghadangan besar dilakukan pasukan
khusus GAM pada Selasa, 10 Juni, menjelang petang di jalan Desa Matang Kumbang,
Kecamatan Peusangan, Aceh Utara. Sekitar 60 anggota TNI dihujani tembakan
senjata berat dari punggung bukit Sudan di seberang jalan. Pertempuran besar
sampai hari gelap ini menewaskan tujuh prajurit TNI dan lima anggota GAM, satu
di antaranya anggota pasukan khusus wanita GAM, Inong Balee.
Gerilya GAM tampaknya membuat
pasukan TNI harus senantiasa waspada, terutama tatkala melewati jalur maut
tersebut.
Tomi Lebang, Abdul Manan (Aceh)
+++
Posisi Strategis
- Kawasan Paya Meuligoe, Aceh Timur
- Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur
- Kuala Simpang Ulim, Simpang Ulim, Aceh Timur
- Leupen Sireun, Aceh Utara.
- Kawasan Paya Meuligoe, Aceh Timur
- Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur
- Kuala Simpang Ulim, Simpang Ulim, Aceh Timur
- Leupen Sireun, Aceh Utara.
Tempat Latihan
- Sungai Leu’i, Aceh Tamiang : Daerah ini merupakan tempat latihan bagi tentara baru GAM.
- Paya Meuligoe, Aceh Timur : Pendidikan lanjutan setelah dari Sungai Leu’i.
- Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur : Pendidikan tingkat perwira untuk tentara GAM. Banyak panglima GAM di berbagai daerah lulusan kamp pelatihan ini.
- Sungai Leu’i, Aceh Tamiang : Daerah ini merupakan tempat latihan bagi tentara baru GAM.
- Paya Meuligoe, Aceh Timur : Pendidikan lanjutan setelah dari Sungai Leu’i.
- Keude Geurubak, Idi Rayeuk, Aceh Timur : Pendidikan tingkat perwira untuk tentara GAM. Banyak panglima GAM di berbagai daerah lulusan kamp pelatihan ini.
Penyebaran Kekuatan
DESA TANJUNG KERAMAT, KABUPATEN ACEH TAMIANG
Panglima: Syamsuddin
Kapolda: Rajali
Gubernur: Teungku Dun alias Abu Tapa
Pasukan: 300 personel
Senjata: 10 pucuk
DESA TANJUNG KERAMAT, KABUPATEN ACEH TAMIANG
Panglima: Syamsuddin
Kapolda: Rajali
Gubernur: Teungku Dun alias Abu Tapa
Pasukan: 300 personel
Senjata: 10 pucuk
IDI RAYEUK, ACEH TIMUR
Panglima: Ishak Daud
Pasukan: 400 personel
Senjata: 217 pucuk
Panglima: Ishak Daud
Pasukan: 400 personel
Senjata: 217 pucuk
DESA MATANG ULIN, KECAMATAN
LHOKSUKON, ACEH UTARA
Panglima: Muzakkir Manaf
Wakil Panglima Wilayah Pase: Sofyan Daud
Panglima Muda Daerah I Wilayah Pase: Ramli Basam
Gubernur Wilayah Pase: Said Abnan
Pasukan: 100 personel
Senjata: 80 pucuk
Panglima: Muzakkir Manaf
Wakil Panglima Wilayah Pase: Sofyan Daud
Panglima Muda Daerah I Wilayah Pase: Ramli Basam
Gubernur Wilayah Pase: Said Abnan
Pasukan: 100 personel
Senjata: 80 pucuk
KECAMATAN RANTAU SEULAMAT, ACEH
TIMUR
Panglima Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 827 personel Senjata: 344 pucuk
Panglima Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 827 personel Senjata: 344 pucuk
PAYA MEULIGOE, ACEH TIMUR
Panglima Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 217 personel
Senjata: tidak diketahui pasti
Panglima Wilayah Peureulak: Teungku Sanusi bin Malih
Pasukan: 217 personel
Senjata: tidak diketahui pasti
KUALA SIMPANG, ACEH TIMUR
Panglima Sagoe: Bahrom
Pasukan: 18 personel
Senjata: 8 pucuk
Panglima Sagoe: Bahrom
Pasukan: 18 personel
Senjata: 8 pucuk
ACEH UTARA
Panglima Wilayah Batee Iliek: Teungku Darwis Jeunib
Wakil Panglima Wilayah Batee Iliek: Cut Manyak
Pasukan: 1.318 personel
Senjata: standar 815, rakitan 75
Panglima Wilayah Batee Iliek: Teungku Darwis Jeunib
Wakil Panglima Wilayah Batee Iliek: Cut Manyak
Pasukan: 1.318 personel
Senjata: standar 815, rakitan 75
DESA JAMBO MEURITI, KECAMATAN JAMBO
AYE, ACEH UTARA
Panglima Sagoe: Apacik
Kapolres: Saefuddin
Pasukan: 100 personel
Senjata: 80 pucuk
Panglima Sagoe: Apacik
Kapolres: Saefuddin
Pasukan: 100 personel
Senjata: 80 pucuk
TEMPO Edisi 030622-016/Hal. 32
Rubrik Laporan Utama
----------------------------------------------------
Dari
Jalur Tikus sampai Rute Ganja
PERANG di Aceh hampir genap sebulan. Korban terus
berjatuhan. Di pihak TNI, sedikitnya 23 tewas, 50 terluka, dan seorang hilang.
Korban warga sipil mencapai 68 orang. Di pihak GAM, sedikitnya 172 tewas, 111
ditangkap, dan 144 menyerah. Padahal anggota GAM mencapai 5.300 orang. Fakta
ini mengundang pertanyaan besar, ke manakah ribuan anggota GAM lainnya?Tiarap
atau membaur bersama masyarakat sipil keluar dari Aceh. Itulah yang ditengarai
Panglima Komando Operasi TNI Brigjen Bambang Darmono. “Saya pikir selama
darurat militer mereka tiarap atau membaur di tengah masyarakat sipil,”
katanya. Kenyataannya memang banyak anggota GAM yang ditangkap di luar Aceh,
mulai dari Medan, Riau, Pekanbaru, hingga Jakarta, setelah pemerintah
memberlakukan status darurat militer di Tanah Rencong. Inilah jalur dan tujuan
pelarian gerilyawan anggota GAM.
+++
Sumatera Utara
MEDAN : Ini daerah tujuan favorit,
karena itulah paling banyak pejabat GAM ditangkap di sini. Panglima Sagoe GAM
Wilayah Pase untuk kawasan Ponggui, Aceh Utara, Mustafa Ibrahim (27 tahun),
Isnandar (27), sekretaris GAM wilayah Medan, dan Nurdin (32), anggota tentara
GAM, ditangkap polisi 27 Mei 2003
LANGKAT : Untuk masuk kawasan
Sumatera Utara, ada dua jalur: darat dan laut.
Jalur darat ditembus dengan memasuki
kawasan pegunungan Bukit Barisan, juga kawasan Taman Nasional Gunung Leuser
serta perkebunan kelapa sawit di perbatasan Kabupaten Langkat dan Aceh Timur
serta Aceh Tamiang. Jalur ini sering disebut “jalur pasokan ganja”.
Jalur laut umumnya menggunakan kapal
nelayan. Sebelum masuk kawasan Pangkalan Susu, Pangkalan Brandan, mereka
singgah di Pulau Kampai. Pulau ini pernah menjadi sarang GAM dan membuat
kawasan ini pernah diserbu satuan Brimob. Kini di pulau itu ditempatkan satuan
Brimob.
KARO : Kini jalur ini berbatasan
dengan Kabupaten Dairi-Aceh Tenggara. Di sini Panglima Sagoe GAM Wilayah Liang
Pange dan Bunbun Alas, Aceh Tenggara, M. Amin, ditangkap Batalion 122/Tombak
Sakti setelah sebelumnya anak buahnya tertangkap saat menyusup dari lintas
perbatasan wilayah itu.
DELI SERDANG : Polisi menangkap 10
pejabat GAM, antara lain Yahya bin Hanafiyah, Wakil Panglima GAM Wilayah Deli
Serdang.
Palembang, Sumatera Selatan : Tengku
Ali alias Yanto bin Marli. Tertangkap 5 Juni 2003. Ali mengaku melarikan diri
melalui jalur darat bersama seorang kawannya, Amri (30) karena ketakutan.
Bengkulu : Polisi menangkap 9
pejabat GAM, antara lain Moh. Jamil bin Abdul Rahman, penasihat GAM wilayah
Bengkulu, Said bin Said Syah, A.N. Nasru Alias Ayah Kumis, Darwin, Zukifli bin
Alamsyah, Musa bin Jamil, Edi Junaidi bin Alamsyah, Mansyur bin Wahab, dan Asri
M. Saleh.
Jonggol, Jawa Barat : Nurdin Apadin
diduga pemasok amunisi GAM dari Jakarta di bawah komando langsung Panglima
Tinggi GAM, Muzakir Manaf.
Riau : Pada 12 Juni, polisi
menangkap tujuh anggota GAM yang melarikan diri lewat jalur laut.
Jakarta : Irwandi Yusuf alias
Isnandar alias Faseh, juru propaganda GAM, ditangkap di Cipinang, Jakarta
Timur, pada 23 Mei.
Batam : Terdapat 42 titik yang
dinilai menjadi pintu masuk pelarian mereka. Titik itu meliputi
pelabuhan-pelabuhan liar yang ada di Batam.
Pulau Phuket, Thailand : Diduga
anggota GAM keluar-masuk Aceh-Pulau Phuket untuk berbelanja senjata. Di
Thailand inilah mereka bertemu pembantu utama Hasan Tiro, Zakaria Zaman alias
Karim Bangkok. Akhir April lalu, tim gabungan Cakra Tujuh Marinir menangkap
tiga anggota GAM di wilayah laut Pantai Kreung Geugeua, Kecamatan Dewantara,
Aceh Utara. Mereka bersenjata AK-47, pistol Colt standar kepolisian, dan FN-16.
+++
Jalur Utama : Tujuan utamanya Medan.
Jalur ini meliputi kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara,
Aceh Timur, Aceh Tamiang. Beberapa anggota GAM disinyalir melewati jalur ini
bersama pengungsi.
Jalur Barat Sumatera : Jalurnya
berawal dari Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, hingga Aceh Singkil. Namun,
melihat intensitas konflik yang tinggi di daerah barat Aceh, jalur ini tak lagi
diminati.
Jalur Udara : Peluang terbesar lewat
Bandara Iskandar Muda di Banda Aceh. Umumnya mereka menempuh jalan darat dulu
hingga ke Medan dan baru terbang dari Bandara Polonia ke kota-kota lain di
Jawa.
Jalur Laut : Jalur ini memanfaatkan
Pelabuhan Malahayati. Tapi saat ini Malahayati sudah “ditutup” rapat, sehingga
kecil kemungkinan jalur ini dipakai. Trennya kini menyusup ke Medan dengan
menyamar sebagai nelayan dan tinggal di rumah kerabat mereka di pantai Timur
Selat Malaka hingga Tanjung Balai Asahan. Di kawasan Tanjung Tiram Asahan pernah
terjadi baku tembak aparat dengan GAM.
Jalur Tikus : Jalur ini menjadi
primadona karena kemungkinan lolos lebih besar. Caranya, anggota GAM menyelinap
dan kabur melalui rawa-rawa yang terdapat di sepanjang pantai timur dan
sebagian barat Aceh. Salah satu contoh adalah saat kontak senjata di Matang
Nibong, Peureulak, Aceh Timur, 22 Mei lalu. Saat itu 11 anggota Detasemen
Pemukul Baladika yang dipimpin Kapten Riyanto melintas di daerah tersebut.
Tiba-tiba dia diserang oleh sekitar 100 anggota GAM. Kontak senjata pun pecah,
tapi GAM bisa lolos lewat rawa-rawa ini. “Mereka kabur dengan speedboat dan
sebagian dengan perahu biasa ke laut,” kata Riyanto.
Adi Prasetya, Abdul Manan (NAD),
Bambang Soed (Medan)
TEMPO
Edisi 030622-016/Hal. 30 Rubrik Laporan Utama
Menangkal
‘Hit and Run’ ala GAM
Setelah pertempuran di Bukit Sudan,
TNI menyusun siasat baru. Mengapa GAM susah ditekuk?
PETANG menyapu perbukitan Sudan,
Matang Kumbang, Bireuen, Senin pekan lalu. Angin laut menusuk sumsum, awan di
bukit kian tebal. Dari balik pohon pinang, lamat-lamat terdengar suara
rintihan. Letnan Dua Karno kontan bergerak mendekati arah suara. Ia terperanjat
bukan kepalang melihat seorang anak buahnya tersungkur bersimbah darah.
Tergesa-gesa Karno membopong tubuh besar bawahannya itu.
Tak
disangka, di dekat tubuh sang prajurit itu bersembunyi seorang tentara Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), yang tiba-tiba melepas tembakan beruntun. Tretetet..,
braak, Karno langsung roboh. Ia tewas seketika. Rupanya serdadu GAM itu
terjebak di arena pertempuran dan gagal menyelamatkan diri. Ia lalu bersembunyi
di sebuah lubang kecil, dekat tentara Indonesia yang tersungkur. Si GAM juga
kemudian mati dihantam pelor tentara Republik lainnya.
Di
sisi selatan bukit yang terletak di belahan utara Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam itu, pertempuran lebih sengit. Puluhan pasukan Indonesia berusaha
merangsek ke jantung musuh. Langkah ini tergolong nekat. Sebab, di keremangan
petang itu jarak pandang cuma dalam hitungan meter. Dan benar saja, rentetan
tembakan menyalak dari atas bukit. Tiga tentara Indonesia tersambar peluru.
Maut langsung menjemput. Perang ini baru berhenti tengah malam.
Esoknya,
Selasa dini hari pekan lalu, pasukan TNI menyapu kawasan perbukitan itu.
Sebagaimana luas diberitakan, lima orang GAM ditemukan tewas, termasuk seorang
serdadu wanita, disebut Inong Balee dalam struktur militer GAM. Di pihak TNI
sendiri tercatat tujuh tentara yang tewas dan tujuh orang lainnya luka parah
(lihat boks Inong Balee, Dibakar Dendam).
Inilah
pertempuran yang paling berdarah-darah. “Paling heroik dan bernilai tinggi
selama perang ini,” kata Brigadir Jenderal Bambang Dharmono, Panglima Komando
Operasi Militer TNI, kepada wartawan sesaat setelah evakuasi mayat pasukannya
dari bukit jahanam itu. Sebuah pernyataan yang jujur sekaligus menjadi bukti
bahwa militer GAM ternyata tak gampang ditekuk. Sejak berlakunya darurat
militer 19 Mei lalu, pertempuran di Bukit Sudan, Bireuen, itu memang yang
terbesar. Tujuh tentara yang tewas itu adalah korban terbesar di pihak
Indonesia selama perang ini.
Bagi
GAM, inilah keberhasilan pertama mereka, setelah sebelumnya terus-terusan
dihajar TNI. Ketika dihubungi TEMPO Jumat pekan lalu, Sofyan Daud, juru bicara
GAM, mengumbar kata. “Perang di Bukit Sudan itu adalah bukti bahwa di
bukit-bukit dan di gunung-gunung, kami lebih unggul,” tuturnya melalui
sambungan telepon satelit. Ia pun mengancam bahwa pertempuran berikutnya akan
lebih dahsyat. “Catat itu,” sergahnya dengan nada garang.
Sejak
awal perang ini meletus, para petinggi gerakan itu telah sesumbar bahwa satuan
elite dalam tubuh GAM yang akan mendikte ihwal di mana dan kapan perang akan
berlangsung. Sofyan Daud menyebut bahwa petinggi GAM telah memerintahkan
satuan-satuan khusus militer gerakan itu untuk mencegat tentara Indonesia di
wilayah pegunungan, bukit, dan daerah rawan lainnya.
Satuan
khusus GAM? Yang habis-habisan bertempur melawan TNI di Bukit Sudan itu adalah
Pasukan Singa Mate, satuan elite Angkatan Darat GAM, pimpinan Darwis Jeneib.
Menurut Sofyan, Darwis adalah panglima regional–semacam Pangdam–untuk daerah
Bireuen. “Darwis luput dari baku tembak itu, dan kini siap melanjutkan
pertempuran,” kata Sofyan.
Dalam
strukturnya, GAM memang memiliki sejumlah satuan khusus. Satuan elite angkatan
darat bernama Singa Mate itu, misalnya, juga kerap disebut pasukan baret hijau,
karena menggunakan topi berwarna hijau sebagai baret kesatuannya. Di angkatan
laut mereka memiliki satuan khusus bernama Singa Metareng, yang juga disebut
pasukan baret merah.
Para
pentolan pasukan khusus itu mendapat pendidikan istimewa. Mereka lama
digembleng di Tanjura, Libya. Di Negeri Muammar Qadhafi inilah ratusan pemuda
Aceh pernah dilatih secara militer. Kepada TEMPO yang menemuinya di Stockholm,
Swedia, beberapa waktu lalu, Hasan Tiro–Presiden GAM–dengan bangga
memperdengarkan rekaman pidatonya di hadapan pasukan GAM di Tripoli, Libya,
pada 1985.
Pidato
Hasan disampaikan dalam bahasa Arab, Prancis, Inggris, dan Aceh. Isinya heroik
dan penuh gelegar. Di situ jelas terdengar bahwa Tiro lebih menaruh harapan
pada para serdadu itu untuk memerdekakan Aceh, ketimbang menuainya dari jalur
diplomasi. Meski terbelah dalam pelbagai faksi, kubu Hasan Tirolah yang sangat
berpengaruh bagi para serdadu dan anggota GAM.
Para
serdadu itu, terutama pasukan elitenya, hampir semuanya bersenjata lengkap.
Selain menenteng AK-47, mereka punya pelontar granat, juga handy talkie sebagai
alat berkomunikasi. Pertempuran di Bukit Sudan, Senin pekan lalu itu, dibuka
dengan gelegar serangan pelontar granat dari atas bukit ke arah truk-truk
militer Indonesia yang sedang berpatroli. Begitu tentara Indonesia terumpan ke
atas bukit, salakan Kalashnikov dari atas bukit langsung menyambut.
Di
tengah serunya baku tembak itu, sistem komunikasi TNI berhasil menyadap lalu
lintas pembicaraan para petinggi GAM. Di situ terdengar, mereka meminta bantuan
pasukan dari beberapa wilayah terdekat. Pada akhir pertempuran itu, pasukan
mereka terdesak lalu mengambil langkah seribu ke balik bukit yang dirimbuni
belukar. Selamat.
Memasuki
pekan keempat dalam perang ini, boleh dibilang pasukan Indonesia berada di atas
angin. Data yang dilansir TNI menyebutkan, hingga pekan lalu, 172 GAM tewas
ditembak, 111 ditangkap, dan 144 menyerah. Walau petinggi GAM mengklaim bahwa
korban umumnya warga sipil, fakta di lapangan terlihat bahwa tentara mereka
terdesak hampir di semua wilayah. Satuan-satuan elite GAM itu kini menyingkir
ke perbukitan, ke gunung, juga ke rawa-rawa.
Selain
di kawasan Bukit Sudan, pasukan GAM juga menyingkir ke kawasan Gunung Leuser
dan di belantara Mampree, Gunung Patisah, Kabupaten Pidie. Hutan Mampree itu
menyimpan heroisme dalam sejarah perjuangan gerakan ini. Di situlah, dulu,
akhir tahun 1970-an, Hasan Tiro, sang Wali Nanggroe, yang kini menetap dan
menjadi warga negara Swedia, bergerilya sebelum akhirnya hengkang ke negeri
seberang.
Selain
ke gunung-gunung, tentara GAM juga menyingkir ke sejumlah daerah rawa-rawa jika
dijepit musuh. Juru bicara GAM, Sofyan Daud, misalnya, diduga berada di daerah
Jambo Aye, Panton Labu, Aceh Utara. Kawasan ini disebut-sebut amat dicintai
oleh pasukan Sofyan. Sebab, jika terdesak musuh, mereka bisa menyelinap ke
rawa-rawa yang cukup luas (lihat Jalur Maut GAM).
Tak
mengherankan jika konsentrasi TNI mengarah ke kawasan rawan itu. Dua pekan
lalu, Pasukan Cakra dan Satgas Mobil Satu dari TNI mengurung ketat selama tiga
hari. Salakan peluru bersahut-sahutan. Panglima Komando Operasi Militer,
Brigadir Jenderal Bambang Dharmono, yang ikut mengawasi jalannya pengepungan
itu, bilang, “Kami mengintensifkan operasi ini sampai titik di mana konsentrasi
mereka berada. Kami datang, lalu kami hancurkan.”
Tapi
hingga akhir pengepungan itu, Sofyan seperti raib. Loloskah juru propaganda
yang juga Panglima GAM Wilayah Pase ini? Sofyan mengaku bahwa jaringan intel
mereka sudah mencium adanya persiapan besar-besaran untuk mengurung kawasan
ini. Itu sebabnya, “Saya sudah meloloskan diri ke daerah rawa-rawa sesaat
sebelum dikepung,” katanya sembari tertawa.
Daerah
rawa-rawa memang menjadi kawasan paling nyaman bagi tentara GAM untuk kabur. Di
Aceh Timur, misalnya, kawasan rawa-rawa Matang Ibong, Peurlak, adalah surga
bagi anggota GAM untuk menyelamatkan diri. Di sini tentara mereka gemar
menggunakan siasat hit and run. Melesat keluar menyerang lawan, menyelinap ke
rawa-rawa jika musuh balik merangsek, lalu menyerang lagi kalau musuh sedang
lengah, dan begitu seterusnya.
Siasat
itulah yang mereka lakukan ketika anggota TNI dari Detasemen Pemukul Baladika,
pimpinan Kapten Riyanto, melintas di Peurlak, dua pekan lalu. Mereka mendadak
diberondong oleh puluhan tentara GAM. Desingan peluru bersahut-sahutan memecah
keheningan kampung kecil itu. Tiga GAM tewas di situ. Merasa dijepit
kiri-kanan, puluhan gerakan separatis bersenjata lainnya kabur ke rawa-rawa.
Sisanya ngacir menggunakan speedboat lewat sungai. “Mereka tak terkejar dan
lolos,” kata Riyanto.
Rute
lolos lainnya juga disiapkan. Mereka kabur ke kota-kota lain di kawasan
Sumatera dalam tiga pekan terakhir ini. Aparat kepolisian di Aceh sudah mencium
adanya rencana melarikan diri itu. Dan itu sebabnya, kepolisian menem-patkan
sejumlah personel di sejumlah pelabuhan laut dan jalur-jalur keluar di seantero
Aceh. Tugas para polisi adalah memelototi setiap orang yang
keluar melewati pelabuhan. Bila mencurigakan, tangkap.
keluar melewati pelabuhan. Bila mencurigakan, tangkap.
Di
samping menjaga pelabuhan, aparat kepolisian juga melakukan razia KTP di
jalan-jalan. Memang, hingga sekarang pihak kepolisian Aceh belum menangkap
seorang pun selama pemeriksaan di jalan-jalan itu. “Tapi paling tidak kita
sudah menutup jalur-jalur keluar itu,” kata Ajun Komisaris Besar Polisi Sayed
Husaini, juru bicara Polda Aceh. “Jika tidak disisir sekarang, setelah enam
bulan masa darurat militer ini, mereka bisa eksis lagi,” kata Bambang Dharmono.
Dengan
pengawalan ketat seperti itu, diharapkan GAM akan terkurung terus di Aceh,
hingga bisa ditekuk oleh tentara Indonesia. Tapi sejumlah anggota GAM lolos
juga ke luar Aceh. Kamis pekan lalu, misalnya, polisi Riau menangkap tujuh
anggota yang kabur ke wilayah itu. Ketujuh orang itu, kata polisi, adalah tentara
aktif GAM di wilayah Pidie. Mereka juga terciduk di Pekanbaru. Di Medan, dua
pekan lalu, polisi sukses mencokok Mustafa Ibrahim, Panglima Sagoe–setingkat
Komandan Rayon Militer dalam TNI–GAM Wilayah Panggoi, Aceh Utara.
Bagaimana
mereka bisa lolos dari intaian aparat di Aceh? Menurut Kapolri Jenderal Da’i
Bachtiar, pasukan GAM yang kabur itu tidak melewati jalur-jalur umum
sebagaimana masyarakat biasa, tetapi melalui “jalan tikus”. Dengan cara inilah
mereka menyusup keluar perbatasan Aceh dan menetap di sejumlah kota kecil di
kawasan Sumatera–setelah menukar identitasnya.
Siasat
ganti identitas itu juga dilakukan di sejumlah kabupaten di Aceh. Jika posisi
mereka kian terjepit, para gerilyawan yang juga mengenakan seragam loreng mirip
tentara Indonesia itu akan segera melepas busana perang itu dan berganti
pakaian biasa. Mereka lalu hidup normal dan luwes membaur di tengah masyarakat.
Senjata-senjata dikuburkan di tanah, untuk sewaktu-waktu digunakan lagi.
Taktik
GAM itu cukup menyulitkan tentara Indonesia. Sebab, bila para pemuda yang
menyaru itu ditembak, GAM dengan enteng mengklaim bahwa pasukan Indonesia salah
sasar, warga sipil ditembak mati. “Padahal,” kata sumber yang merupakan
petinggi TNI ini, “para penyamar itu amat berbahaya, karena mereka sendiri
memiliki senjata.”
Sebab
itu, belakangan ini TNI di Aceh aktif menyisir sejumlah kawasan yang diduga
sebagai tempat penguburan senjata. Lokasinya diduga ada di rawa-rawa dan
wilayah perbukitan. Lubang kecil, tempat Letnan Dua Karno tertembak di Bukit Sudan
itu, termasuk dicurigai sebagai tempat penguburan sejumlah senjata milik GAM.
Lubang seperti itu banyak ditemukan di lereng bukit tersebut.
Setelah
pertempuran itu, pekan-pekan ini para petinggi sibuk mengubah taktik perang.
“Kalau musuh mengubah-ubah strategi, kita pun harus menangkalnya dengan
bermacam-macam strategi,” kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal
Ryamizard Ryacudu, kepada wartawan di Lhokseumawe, Aceh, Rabu pekan lalu. Tapi
Sofyan Daud tak mau kalah. “Kami akan menyajikan banyak kejutan dalam perang
ini.”
Saling
gertak, saling ancam, lalu korban berjatuhan di seantero negeri, juga di Bukit
Sudan. Kepedihan ini akan terpendam sepanjang hayat.
Wenselaus
Manggut, Abdul Manan, Yuswardi ( Banda Aceh) Zainal Bakri (Lhokseumawe)
TEMPO
Edisi 030622-016/Hal. 26 Rubrik Laporan Utama
manfaat air tebu untuk kesehatan
BalasHapusHotel dipapua
Kata indah inspirasi hidup
Harga diri orang aceh
Masakan khas aceh
Jalan keluar menjauhi kdrt
Bahaya mengesumsi kuning telur secara berlebihan mkasih infnya sob